Saya Tidak Mati
“Tidak ada kematian,
yang ada hanyalah pergantian dunia” Ada yang mengatakan begitu. Mungkin kalimat
tersebut tepat saya gunakan untuk mengawali tulisan ini.
Sampai saat ini saya masih
nggambar, masih ndrawing. Hanya saja intensitas dan produktifitasnya sudah
tidak sebanyak dulu. Kepentingannya sekarang adalah sekadar untuk menyalurkan hasrat, memvisualkan ide/gagasan dan buat pajangan tembok rumah. Saya kira untuk berhenti dari hal yang kita senangi itu tidak mudah, dan
saya juga tak ada niatan untuk berhenti. Gambar – gambar yang saya buat itu
ide atau gagasan awalnya biasanya berangkat dari kegelisahan diri saya sendiri,
dari apa yang saya rasakan, dari apa yang saya lihat, lalu apa yang ingin saya sampaikan.
Di beberapa pameran yang saya ikuti, gagasan utamanya juga begitu. Secara personal, gambar yang saya
ciptakan ya berawal dari ide yang sesederhana itu. Lalu dalam suatu pameran kan
ada yang namanya kuratorial dan tetek bengek lainnya, kemudian setelah
dipamemerkan, orang yang melihat juga mengintrepretasikannya
berbeda-beda, itu soal lain dan sah – sah saja.
Kembali pada soal gagasan awal
tadi, ada beberapa gambar yang ketika saya mulai membuatnya belum tau apa yang
akan saya gambar. Kadang saya memulai sebuah gambar dari coretan yang tidak
disengaja, dari bekas tumpahan kopi atau lainnya, dari situ proses kreatif dan
daya imajinatif saya dimulai. Lalu bagaimana mungkin berangkat dari sebuah
coretan atau tumpahan kopi bisa menjadi sebuah karya hanya dengan imajinasi?
Sebetulnya tidak serta merta seperti itu, proses itu bisa terjadi karena ada
campur tangan dari habit dan alam bawah sadar yang saya miliki. Yang dimaksud
habit disini adalah karena saya sudah
terbiasa melakukan hal ini (nggambar) sehingga soal teknik dan caranya saya
anggap sudah selesai. Kemudian alam bawah sadar adalah apa yang kadang tidak
saya sadari, dan itulah yang nantinya berhubungan dengan imajinasi saya dalam
berkarya. Proses ini juga terbentuk dari apa yang otak saya konsumsi, yaitu
dari apa yang saya baca, saya lihat atau yang saya alami.
Faktor - faktor
Terakhir saya berpameran
adalah pameran bertiga bersama Irfan Fatchu dan Rana Wijaya di Widya Mitra
Semarang, pameran kartu pos bertema September. Kalau tidak salah waktu itu
September 2013.
Ada beberapa faktor yang membuat saya berhenti mengikuti maupun membuat
pameran.
Pertama, adalah saya
tidak punya lagi teman yang memiliki
konsep dan gagasan yang sejalan dalam berkesenian, dan sialnya saya tidak bisa
berjalan sendiri dalam hal ini. Sehingga semangat militansi dalam mengadakan sebuah pameran menjadi loyo.
Kedua, Pekerjaan.
Terkesan klise memang mengkambing
hitamkan pekerjaan. Mulanya adalah ketika semangat militansi tadi sudah mulai
loyo, di saat itu saya mulai bekerja kantoran, jasa perpajakan. Sangat jauh
dari dunia pergambaran ya, tetapi pekerjaan itu justru yang lebih dekat dengan
sekolah formal tempat saya mendapatkan ijazah, Ekonomi. Inilah kehidupan, tidak
dapat ditebak.
Pada akhirnya pekerjaan memang menuntut banyak waktu dan pikiran, karena saya
punya tanggung jawab terhadap tempat saya bekerja. Akhirnya semangat militansi
yang sudah loyo tadi menjadi hilang, hanya kadang – kadang terasa desiran di
hati. (ngono kae pokoke).
Dengan keadaan seperti itu, waktu yang semakin sedikit dan semangat yang sudah
lenyap, intensitas berkarya berkurang dan berwacana untuk membangun gagasan tidak tersampaikan. ...... Itu!
Ketiga, Perempuan!
Saya Tidak Mati
Tahun 2005 saya mulai berkenalan
dengan dunia seni rupa secara langsung, kemudian pada 2006 untuk pertama
kalinya saya ikut berpartisipasi dalam sebuah proyek pameran, dan terus
berlanjut hingga 2013. Kurun waktu 2005
– 2010 saya bekerja di Rumah Seni Yaitu, sebuah ruang seni yang cukup ngontemporer . Dari sana saya mulai
berkenalan dengan dunia seni rupa se-isinya, pun dengan seniman - seniman yang
berpameran di sana. Bertemu dengan banyak seniman tentunya baik langsung
ataupun tidak membawa dampak positif dalam berkesenian, aura kreatifitas seolah
berhamburan di setiap sudut ruang.
Sekarang, setelah tiga
tahun “hilang”, saya tidak ingin kembali sambil berkata “I'm back” atau mengatakan
“aku si anak hilang yang kembali pulang”,
tidak!
Dulu ada yang berkata; “Jika ingin menjadi seniman, fokuslah disitu, konsisten
terus.(ternyata saya tidak mampu). Ada lagi yang berkata; “Tak
masalah nanti kamu jadi seniman atau tidak, jadi apapun nanti yang penting kamu
menemukan jalanmu sendiri dan senang dengan apa yang kamu kerjakan”. Kemudian
seorang guru pernah berkata padaku; “Seseorang yang belajar ilmu ekonomi sudah
semestinya paham tentang peluang, kamu harus mampu berfikir dan menganalisis
jauh ke depan atas apa yang kamu kerjakan”.
Saya tidak mati, jiwa
saya tidak bisa mati dari dunia yang saya cintai ini. Saya hanya bertransformasi menjadi sesuatu yang
baru dan menuju dunia baru. Bukankah hal seperti ini merupakan hal yang
lumrah?..
Di dalam dunia seni saat ini saya lebih suka menyebut diri saya sebagai penikmat seni bukan lagi
sebagai pelaku / pekerja seni. Hanya sebagai pelaku seni untuk diri sendiri, kurang lebih begitu. Untuk kedepannya saya tidak tahu ......
Note : Saya yakin drawing saya masih ngontemporer dan
berat :v
Tabik..
Tabik..
Oww begitu...
BalasHapus