Translate

Kamis, 04 Agustus 2016

Saya Tidak Mati

                                          Saya Tidak Mati
                                                             

Tidak ada kematian, yang ada hanyalah pergantian dunia Ada yang mengatakan begitu. Mungkin kalimat tersebut tepat saya gunakan untuk mengawali tulisan ini. 

Sampai saat ini saya masih nggambar, masih ndrawing. Hanya saja intensitas dan produktifitasnya sudah tidak sebanyak  dulu. Kepentingannya sekarang adalah sekadar untuk menyalurkan hasrat, memvisualkan ide/gagasan dan buat pajangan tembok rumah. Saya kira untuk berhenti dari hal yang kita senangi itu tidak mudah, dan saya juga tak ada niatan untuk berhenti. Gambar – gambar yang saya buat itu ide atau gagasan awalnya biasanya berangkat dari kegelisahan diri saya sendiri, dari apa yang saya rasakan, dari apa yang saya lihat, lalu apa yang ingin saya sampaikan. Di beberapa pameran yang saya ikuti, gagasan utamanya  juga begitu. Secara personal, gambar yang saya ciptakan ya berawal dari ide yang sesederhana itu. Lalu dalam suatu pameran kan ada yang namanya kuratorial dan tetek bengek lainnya, kemudian setelah dipamemerkan, orang yang melihat juga mengintrepretasikannya berbeda-beda, itu soal lain dan sah – sah saja.

Kembali pada soal gagasan awal tadi, ada beberapa gambar yang ketika saya mulai membuatnya belum tau apa yang akan saya gambar. Kadang saya memulai sebuah gambar dari coretan yang tidak disengaja, dari bekas tumpahan kopi atau lainnya, dari situ proses kreatif dan daya imajinatif saya dimulai. Lalu bagaimana mungkin berangkat dari sebuah coretan atau tumpahan kopi bisa menjadi sebuah karya hanya dengan imajinasi? Sebetulnya tidak serta merta seperti itu, proses itu bisa terjadi karena ada campur tangan dari habit  dan alam bawah sadar yang saya miliki. Yang dimaksud habit disini adalah karena saya sudah terbiasa melakukan hal ini (nggambar) sehingga soal teknik dan caranya saya anggap sudah selesai. Kemudian alam bawah sadar adalah apa yang kadang tidak saya sadari, dan itulah yang nantinya berhubungan dengan imajinasi saya dalam berkarya. Proses ini juga terbentuk dari apa yang otak saya konsumsi, yaitu dari apa yang saya baca, saya lihat atau yang saya alami.

Faktor - faktor

Terakhir saya berpameran adalah pameran bertiga bersama Irfan Fatchu dan Rana Wijaya di Widya Mitra Semarang, pameran kartu pos bertema September. Kalau tidak salah waktu itu September 2013. 

Ada beberapa faktor yang membuat saya berhenti mengikuti maupun membuat pameran.
Pertama, adalah saya tidak punya lagi  teman yang memiliki konsep dan gagasan yang sejalan dalam berkesenian, dan sialnya saya tidak bisa berjalan sendiri dalam hal ini. Sehingga semangat militansi dalam mengadakan sebuah pameran menjadi loyo. 

Kedua, Pekerjaan. Terkesan klise memang mengkambing hitamkan pekerjaan. Mulanya adalah ketika semangat militansi tadi sudah mulai loyo, di saat itu saya mulai bekerja kantoran, jasa perpajakan. Sangat jauh dari dunia pergambaran ya, tetapi pekerjaan itu justru yang lebih dekat dengan sekolah formal tempat saya mendapatkan ijazah, Ekonomi. Inilah kehidupan, tidak dapat ditebak.

Pada akhirnya pekerjaan memang menuntut banyak waktu dan pikiran, karena saya punya tanggung jawab terhadap tempat saya bekerja. Akhirnya semangat militansi yang sudah loyo tadi menjadi hilang, hanya kadang – kadang terasa desiran di hati. (ngono kae pokoke).
Dengan keadaan seperti itu, waktu yang semakin sedikit dan semangat yang sudah lenyap, intensitas berkarya berkurang dan berwacana untuk membangun gagasan tidak tersampaikan.  ...... Itu!

Ketiga, Perempuan!


Saya Tidak Mati

Tahun 2005 saya mulai berkenalan dengan dunia seni rupa secara langsung, kemudian pada 2006 untuk pertama kalinya saya ikut berpartisipasi dalam sebuah proyek pameran, dan terus berlanjut hingga 2013.  Kurun waktu 2005 – 2010 saya bekerja di Rumah Seni Yaitu, sebuah ruang seni yang cukup ngontemporer . Dari sana saya mulai berkenalan dengan dunia seni rupa se-isinya, pun dengan seniman - seniman yang berpameran di sana. Bertemu dengan banyak seniman tentunya baik langsung ataupun tidak membawa dampak positif dalam berkesenian, aura kreatifitas seolah berhamburan di setiap sudut ruang. 

Sekarang, setelah tiga tahun “hilang”, saya tidak ingin kembali sambil berkata “I'm back” atau mengatakan “aku si anak hilang yang kembali pulang”, tidak! 

Dulu ada yang berkata; “Jika ingin menjadi seniman, fokuslah disitu, konsisten terus.(ternyata saya tidak mampu).  Ada lagi yang berkata; “Tak masalah nanti kamu jadi seniman atau tidak, jadi apapun nanti yang penting kamu menemukan jalanmu sendiri dan senang dengan apa yang kamu kerjakan”. Kemudian seorang guru pernah berkata padaku; “Seseorang yang belajar ilmu ekonomi sudah semestinya paham tentang peluang, kamu harus mampu berfikir dan menganalisis jauh ke depan atas apa yang kamu kerjakan”. 


Saya tidak mati, jiwa saya tidak bisa mati dari dunia yang saya cintai ini. Saya hanya bertransformasi menjadi sesuatu yang baru dan menuju dunia baru. Bukankah hal seperti ini merupakan hal yang lumrah?..
Di dalam dunia seni saat ini saya lebih suka menyebut diri saya sebagai penikmat seni bukan lagi sebagai pelaku / pekerja seni. Hanya sebagai pelaku seni untuk diri sendiri, kurang lebih begitu. Untuk kedepannya saya tidak tahu ......


Note : Saya yakin drawing saya masih ngontemporer dan berat :v


Tabik..

1 komentar: